Saya ingat pertama kali sadar rumah bisa bikin stres. Bukan karena tagihan listrik, tapi karena tumpukan baju yang rasanya tiap minggu bertambah sendiri kayak monster kecil. Rasanya pikiran juga sumpek; tiap kali cari charger selalu jadi momen petualangan penuh frustasi. Dari situ saya mulai pelan-pelan mencoba gaya hidup minimalis — bukan yang ekstrem, bukan juga pamer barang sedikit di Instagram, tapi yang membuat rumah dan kepala lebih lega.
Kenapa desain minimalis itu bukan cuma soal putih dan kayu
Desain minimalis sering disalahpahami: orang ngira harus pakai semua barang warna putih, meja bergaris lurus, dan tanaman monstera segede rumah. Padahal inti minimalis itu pilihan. Pilih warna yang menenangkan untukmu, pilih furnitur yang fungsional, dan sisakan ruang kosong supaya mata bisa “bernapas”. Ruang negatif itu berharga, percaya deh. Satu kursi nyaman, satu rak buku yang rapi, dan lampu baca yang cukup bisa bikin sudut rumah terasa cozy tanpa ribet.
Tips declutter ala saya (yang sering malas)
Oke, jujur: saya juga sering malas. Tapi saya pakai trik kecil supaya declutter nggak terasa kayak hukuman. Pertama, timer 15 menit. Buka lemari, ambil 15 menit, buang/asingkan/rapi. Kedua, aturan 3 kotak: simpan, buang/donasikan, dan “mungkin”. Kotak “mungkin” saya cek lagi setelah 30 hari; kalau masih nggak kepakai, bye-bye. Ketiga, foto aja dulu. Kalau ada barang yang sentimental tapi jarang dipakai, ambil fotonya lalu lepaskan barang fisiknya. Foto tetap menyimpan memori tanpa perlu ruang fisik.
Trik lain: tanyakan satu pertanyaan sederhana pada tiap barang: “Terakhir kali aku pakai ini kapan?” Kalau jawabannya “setahun lalu” atau “aku lupa”, besar kemungkinan barang itu bisa dipertimbangkan untuk pergi. Dan jangan lupa aturan one-in-one-out: masuk satu barang baru, keluarkan satu barang lama. Biar nggak balik ke tumpukan barang lagi.
Gaya hidup sederhana? Ya, tapi tetap gaya
Minimalis bukan berarti hidup susah. Ini soal memilih kualitas daripada kuantitas. Investasi di beberapa barang berkualitas — misalnya kasur enak, panci yang tahan lama, sepatu nyaman — lebih memuaskan daripada beli banyak barang murah yang cepat rusak. Perawatan juga jadi lebih mudah; lebih sedikit barang berarti lebih sedikit yang harus dibersihkan atau diperbaiki. Lebih banyak waktu buat ngopi, nonton, atau sekadar duduk memandangi jendela (yang sekarang nggak penuh dengan gantungan baju).
Sekali waktu saya iseng browsing inspirasi buat ruang tamu yang adem; kalau kamu mau lihat contoh dan moodboard, cek houseofsadgi — cuma buat referensi aja, jangan langsung panik beli semua barang estetik.
Mindfulness: bagian paling penting yang sering dilupakan
Yang bikin minimalis terasa lengkap bukan cuma ruang yang rapi, tapi juga kepala yang tenang. Praktik mindfulness sederhana bisa membantu: mulai hari dengan napas dalam-dalam selama satu menit, beri perhatian penuh saat makan (tanpa scroll HP), dan kasih waktu untuk refleksi tiap minggu. Saat menyimpan atau melepas barang, rasakan perasaan yang muncul. Ada rasa bersalah? Ada lega? Memberi ruang untuk emosi ini membantu kita membuat keputusan yang lebih sadar, bukan cuma reaktif karena rasa bersalah atau ikut-ikut tren.
Praktisnya: ritual harian dan mingguan
Buat saya, rutinitas kecil bikin perbedaan besar. Setiap pagi, saya rapikan meja selama 5 menit. Setiap malam, saya siapkan kain lap dan lap permukaan yang terpakai. Mingguan, saya cek satu area khusus — misal laci, rak obat, atau meja samping tempat tidur. Ritual ini bikin rumah tetap terjaga tanpa harus melakukan “declutter besar” yang melelahkan.
Oh, dan kalau lagi stuck, puter playlist santai dan bayangkan rumah sebagai tempat retreat, bukan gudang. Bekerja sambil berdiri? Tambah mood. Minum teh sambil menata buku? Terapi murah meriah.
Intinya, minimalis itu soal menyederhanakan pilihan sehingga kita punya lebih banyak energi untuk hal yang benar-benar penting: hubungan, waktu luang, dan ketenangan. Nggak perlu ekstrem — mulai dari satu laci, satu rak, atau satu ritual, dan lihat bagaimana rumah dan pikiran pelan-pelan ikut longgar. Selamat menyingkirkan barang — dan selamat menemukan kembali ruang buat napas.